Oleh: Ummu Aqila
Belum genap sebulan meninggalkan tahun 2022 kita dikejutkan dengan sederetan peristiwa yang menunjukkan adanya ancaman dan bahaya terhadap perempuan dan anak termasuk anak perempuan.
Binjai (6/1) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengunjungi Bunga (bukan nama sebenarnya), anak perempuan berusia 12 tahun yang tengah hamil 8 bulan diduga akibat kekerasan seksual yang dialaminya, di Kota Binjai. Jakarta, Polda Metro Jaya telah menyatakan wanita korban mutilasi di Bekasi bernama Angela Hindriati Wahyuningsih diketahui merupakan mantan aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang dinyatakan hilang sejak Juni 2019. Kepolisian berhasil menangkap pemulung yang menjadi pelaku penculikan anak perempuan Malika Anastasya (MA) berusia enam tahun di Jakarta Pu
Sebelumnya selama Januari—November 2022, Komnas Perempuan menerima 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik dan 899 kasus di ranah personal. (komnasperempuan[dot]go[dot]id).
Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti juga mencatat sebanyak 117 pelajar menjadi korban seksual yang terjadi pada berbagai jenjang pendidikan sepanjang 2022, yakni jenjang SD sebanyak 2 kasus, SMP (3 kasus), SMA (2 kasus), dan pondok pesantren (6 kasus). (Kompas, 2-1-2023).
Upaya preventif dan penyelamatan korban kekerasan seperti hukuman mati terhadap tindakan perkosa 13 santri di Bandung, payung hukum terhadap perempuan dan anak-anak lewat UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, juga wacana “tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan seksual” dari pejabat terkait terus ditegakkan dan dipublikasikan.
Ironisnya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak makin kompleks dan tidak tertangani. Pun nyatanya dari tahun ke tahun tidak jua membuat kasus tersebut menurun.
Sejatinya, tumbuh suburnya kasus kekerasan seksual adalah akibat penerapan kapitalisme sekuler yang mendewakan kebebasan. Kebebasan individu yang mengabaikan akibat buruknya pada masyarakat. Kapitalisme sekuler juga merendahkan perempuan, mengeksploitasi mereka untuk industri iklan, bisnis, dan hiburan. Peredaran minuman keras juga dibiarkan, penyalahgunaan narkoba dan hiburan porno pun marak yang memicu terjadinya pemerkosaan.
Dalam kapitalisme sekuler aturan dibuat layaknya " pemadam kebakaran". Aturan dirumuskan ketika masalah sudah terjadi dan bersifat kontradiktif dan tambal sulam. Hal ini bisa dipahami karena aturan yang ada lahir dari pemikiran manusia yang lemah ditambah rusaknya kepribadian manusia akibat penerapan sistem sekuler. Akar masalahnya sama sekali tidak tersentuh, endingnya perempuan dan anak terus dalam bahaya.
Perempuan dan anak hanya akan aman dalam naungan syariat Islam, yang memiliki aturan yang menyeluruh yang mampu menimbulkan efek jera dan juga mekanisme terbaik karena berasal dari Dzat Yang Menciptakan manusia.
Mekanisme sistem Islam menjaga perempuan, khususnya lewat sistem pergaulan Islam. Pertama, perempuan diposisikan sebagai mitra laki-laki dalam kehidupan domestik dan publik.Kedua, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan menutup aurat dan menjaga kemaluan mereka. Ketiga, Islam memudahkan urusan menikah.Keempat, Islam melarang perempuan tabaruj hingga bisa merangsang naluri seksual laki-laki. Kelima, laki-laki dan perempuan dilarang melakukan aktivitas yang merusak akhlak dan menjaga kehormatannya. Dengan demikian tidak hannya perempuan dan anak yang terjaga dari bahaya , laki-lakipun mendapatkan kehormatannya sebagai qowam mulia.Wallahualam bishowab.
Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar