Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Korupsi Marak di Kalangan Politisi

Sabtu, 31 Desember 2022



Oleh : Ummu Dayyin (Pemerhati Generasi) 
 
 Terseretnya politikus PPP yang menjabat sebagai Bupati Bangkalan menambah deretan panjang kasus korupsi kepala daerah. Diduga telah menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakili terkait lelang jabatan. Penyidik pun langsung menahan tersangka bersama 5 pelaku lain usai pemeriksaan yang digelar di Polda Jawa Timur. Selain sang bupati, lima tersangka lain adalah pemberi suap, yakni: Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Bangkalan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja. Kelima pejabat tersebut memberikan uang kepada bupati dalam rangka membayar komitmen fee setelah menduduki jabatan yang diinginkan. KPK menduga total komitmen fee yang dipatok mulai Rp50 juta hingga Rp150 juta. Tidak hanya itu bupati juga bermain di isu mutasi dan rotasi jabatan. Ia mematok fee 10 persen dari setiap anggaran proyek. KPK menduga, bupati telah mengantongi uang hingga Rp5,3 miliar melalui orang kepercayaannya. (Tirto.id, 9/12/2022).  
Padahal pada tanggal 9 Desember kemarin adalah peringatan Hari Anti Korupsi sedunia (Hakordia). Namun, suara gaung pemberantasan korupsi makin terasa hambar di telinga karena sekadar wacana yang sudah kehilangan makna. Bahkan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut peringatan Hakordia tahun ini layak disikapi dengan rasa berkabung dengan alasan negara sebagai sebuah institusi tertinggi telah kehilangan komitmen memberantas korupsi sehingga masyarakat sudah kehilangan harapan. Bagaimana tidak, penyumbang tingginya angka korupsi adalah para politisi. Sebenarnya upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan dalam setiap pergantian kepemimpinan. Di era Soeharto, peraturan dibuat untuk memberikan efek jera bagi koruptor. Ancaman penjara seumur hidup hingga aturan pencegahan seperti kewajiban pelaporan kekayaan bagi para pejabat. Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional, dan Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dibentuk pada era Gus Dur. Megawati membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) yang merupakan cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi. Tetapi hingga masa kepemimpinan saat ini, upaya pemberantasan korupsi masih jauh dari harapan. Justru lembaga KPK dilemahkan dan kasus korupsi dengan angka mencengangkan terus bermunculan.  
Hal Ini diakibatkan karena biang persoalannya tidak dihilangkan yaitu sistem demokrasi yang terus langgeng dijadikan sebagai system pemerintahan. Melalui sistem ini, pemilik modal berperan menentukan siapa pemimpin dan orang-orang yang duduk di parlemen. Celah ini terbuka sebagai konsekuensi mahalnya biaya politik dalam sistem demokrasi. Berbagai aturan tidak akan pernah mempan mencabut korupsi selama akar masalahnya belum diganti. Karena demokrasi dan korupsi bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Sehingga menegakkan pemerintahan bersih dari korupsi dalam sistem demokrasi adalah omong kosong belaka. Maka dari itu sudha layaknya kita meninggalkan sistem yang rusak ini, dan kembali kepada sistem islam yang akan menjamin kesejahteraan, ketentraman dan kenyamanan seluruh umat. Karena islam akan menuntun dan memberikan keadilan yang sesuai dengan hukum syara' yang telah di tetapkan Allah SWT sebagai pencipta alam dan seisinya. Wallahua'lam bishawab.

Note: Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar