Oleh : Ummu Dayyin (Pemerhati Generasi)
Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan kondisi pemerintah saat ini. Pada Sabtu, 26 November 2022, relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tergabung dalam Gerakan Nusantara Bersatu menggelar pertemuan akbar di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Acara yang dihadiri 150 ribu orang tersebut menghabiskan anggaran hampir Rp100 miliar. Proposal kegiatan ini diajukan ke beberapa BUMN. Mereka sibuk dengan gegap gempita kontestasi politik yang masih akan digelar dua tahun mendatang, nyatanya lebih penting daripada tanggap darurat di wilayah bencana. Seperti tidak ada empati yang ditunjukkan ketika rakyat sedang berduka. Yang ada dalam benak mereka, seolah hanyalah cara untuk melanggengkan kekuasaan.
Sampai saat ini, keadaan belum pulih. Para pengungsi masih banyak yang tinggal di tenda-tenda darurat dan belum bisa beraktivitas normal. Infrastruktur yang rusak pun belum diperbaiki. Tentunya pemulihan pascabencana membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu, lebih baik kita sama-sama mengencangkan ikat pinggang. Menahan diri untuk melakukan kegiatan yang minim faedah dan mengalihkan anggarannya ke daerah bencana.
Sampai saat ini, keadaan belum pulih. Para pengungsi masih banyak yang tinggal di tenda-tenda darurat dan belum bisa beraktivitas normal. Infrastruktur yang rusak pun belum diperbaiki. Tentunya pemulihan pascabencana membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu, lebih baik kita sama-sama mengencangkan ikat pinggang. Menahan diri untuk melakukan kegiatan yang minim faedah dan mengalihkan anggarannya ke daerah bencana.
Kondisi ini sangat berbeda dengan sikap penguasa dalam sistem Islam. Sebagai penanggung jawab urusan rakyat, seorang pemimpin selalu berada di garda terdepan penanggulangan bencana. Baik pada masa mitigasi, tanggap darurat, maupun pemulihan pascabencana. Dalam kegiatan mitigasi, pemimpin berusaha menghilangkan atau setidaknya mengurangi kemungkinan terjadinya bencana alam, atau mengurangi efek dari bencana alam yang tidak dapat dihindari. Langkah-langkah mitigasi yang umum dilakukan adalah dengan menyusun standar minimal bangunan yang tahan bencana alam. Selain melakukan perencanaan, pemimpin juga akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat, pengawasan dan penegakan sanksi. Semua kebijakan diberlakukan sama untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu.
Ketika terjadi musibah, maka pemimpin Islam akan segera turun tangan dan mengajak masyarakat untuk mengingat Allah. Sesungguhnya, tidak ada sesuatu pun yang terjadi di muka bumi ini kecuali atas kehendak Allah. Itulah yang dinamakan qada. Tugas manusia adalah menerima qada tersebut dengan berlapang dada dan berserah diri kepada-Nya. Dan juga mengajak seluruh rakyat untuk introspeksi dan bertobat. Bisa jadi, bencana alam adalah teguran Allah kepada hamba-Nya akibat kemaksiatan yang dilakukan suatu kaum. Hal ini juga menjadi penjaga kesadaran dan kondisi ruhiyah masyarakat, khususnya yang berada pada daerah rawan bencana alam untuk senantiasa menjaga ketaatan pada syariah dalam lingkup individu dan masyarakat karena bencana alam dapat datang sewaktu-waktu dan memusnahkan setiap orang yang berada di daerah tersebut, baik yang taat pada syariah maupun ahli maksiat.
Kemudian diberikannya bantuan segera untuk mempertahankan hidup, memulihkan kesehatan, dan dukungan moral untuk penduduk yang terkena bencana alam. Bantuan tersebut dapat berupa pemberian bantuan khusus, namun bersifat terbatas, seperti sarana transportasi, tempat tinggal sementara, makanan, pemukiman semi permanen di kamp-kamp, dan lokasi lainnya. Pemerintah juga dapat melakukan perbaikan awal untuk infrastruktur publik yang rusak, supaya kebutuhan masyarakat bisa segera terpenuhi. Fokus pada tahapan ini adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sampai solusi yang lebih permanen dan berkelanjutan dapat ditemukan. Negara harus mengambil porsi yang besar dalam tahapan ini sebagai penanggung jawab utama dalam penyaluran bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan dan menentukan jenisnya dengan tepat.
Kemudian adanya langkah-langkah pemulihan, baik jangka pendek maupun jangka panjang terus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Termasuk mengembalikan sistem yang mendukung kehidupan masyarakat yang bersifat penting, seperti perumahan sementara, pusat informasi publik, sarana pendidikan dan kesehatan, serta program konseling untuk memulihkan mental masyarakat terdampak. Begitulah salah satu bentuk perhatian para pemimpin Islam kepada rakyatnya. Maka sejatinya pemimpin tidak akan sanggup bersenang-senang di atas penderitaan rakyat, karena kepemimpinan dalam Islam berdimensi akhirat. Tidak ada satu pun yang terlewat di pengadilan akhirat. Semua akan dimintai pertanggungjawaban.
Seperti sabda dari Rosulullah SAW yang artinya :
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Seperti sabda dari Rosulullah SAW yang artinya :
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar