Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Mi Instan Melonjak, Bagaimana Remaja Bertindak?

Senin, 12 September 2022



Oleh: Rinica M



Duh siapa sih yang gak tahu mi instan? Sepertinya banyak banget yang tahu. Salah satu buktinya adalah informasi dari SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2020 mendapati 92 persen atau sekitar 248,7 juta penduduk Indonesia pernah mengonsumsi mi instan (Lokadata, Maret 2021). Termasuk remaja, konsumen tertinggi mi instan di Indonesia adalah usia 10–19 tahun (Solopos, Maret 2020).



Tetapi, makanan penyelamat darurat lapar sejuta umat ini sekarang mengalami kenaikan harga. Diduga yang menjadi penyebabnya adalah imbas peperangan di benua seberang yang membuat pasokan gandum jadi berkurang. Sebagian memandang kenaikan mi instan dikarenakan pengaruh naiknya harga cabai dan minyak, yang keduanya dibutuhkan dalam paket lengkap mi instan.



Wow, apakah memang benar begitu? Kalau karena minimnya pasokan, berarti kenaikan harganya temporer dong ya? Bukankah harga minyak dan cabai berangsur-angsur normal? Kalau karena pasokan gandum menurun, apakah tidak dapat diatasi dengan usaha swasembada gandum? Atau mencari pemasok dari area lain yang tidak mengalami peperangan?



Nah disinilah peran kritis remaja diperlukan. Pecinta sajian mi instan harus care sama seluk beluk dunia mi, mulai dari kemurahan dan kemudahan belinya hingga kebijakan politis yang berkaitan dengannya. Sebab pada dasarnya kebijakan kenaikan harga tidaklah tunggal karena satu hal. Biasanya ada banyak faktor yang saling berkaitan, ada banyak pihak yang bermain, yang semuanya perlu diketahui realitasnya. Agar sikap yang muncul di kalangan remaja adalah sikap kritis berani menanyakan sesuatu yang ‘tidak baik-baik saja’.



Dalam dunia kapitalisme, sulit menafikan kepentingan kapital dalam dunia usaha. Sehingga apapun kondisinya, keuntungan menjadi pandangan utama. Kondisi apapun yang sedang melingkupi, peluang meraup keuntungan lebih tak akan dilewatkan. Terlebih jika pasar masih terbuka luas, masih banyak konsumen yang potensial, maka deal-deal soal harga tak jadi soal. Pasar bebas tidak menghendaki adanya aturan yang memaksa keputusan terhadap harga.



Kondisi ini berbeda dengan paradigma Islam dalam menyediakan pangan bagi umatnya. Pangan dipandang sebagai kebutuhan mendasar yang harus ada di sekitar umat. Mudah didapatkan, murah harganya, dan baik kualitasnya. Kerjasama terkoordinasi antarlembaga terkait saling bersinergi, sehingga sebelum menghadirkan pangan instan kurang gizi, yang baik-baik dulu yang disediakan dan didistribusikan. Dan untuk merealisasikan konsep ini, mutlak penguasa di masa Islam turun tangan.



Kehadiran penuh penguasa Islam saat itu diperlukan sebagai penanggung jawab utama, bukan sebatas pengatur saja. Artinya sejak pengadaan-pendistribusian-pengembangan kualitas dan yang terkait dengannya, semuanya diatur rinci. Hadirnya penguasa sebagai pelaksana sekaligus pengontrol menjadikan kebutuhan publik disediakan dengan mindset pelayanan, bukan dalam rangka mencari untung rugi sehingga permainan harga dapat dihindari.



Mengapa sampai penguasa mau seperti itu? Karena sekali lagi Islam memandang kepemimpinan adalah amanah, dan setiap amanah ini akan dipertanggungjawabnkan di hadapan Allah. Penguasa diamanahkan mengurus rakyat, maka secara dhahir peran mereka adalah melayani rakyat, termasuk dalam urusan pangan-ketersediaannya-dan harganya jika diperlukan.



Nah, dari kejadian melinjaknya harga mi ini, remaja bisa banyak belajar. Tidak bisa hanya cuek dengan dalih masih mampu beli. Sebab tidak selamanya uang yang dimiliki mampu mengimbangi kenaikan harga alias gak selamanya mampu beli. Remaja dapat bertindak untuk mulai tahu dan peka dengan keadaan sekitar. Lalu bisa mulai mengenal bagaimana seharusnya pangan dikelola sesuai aturan Zat yang menciptakan manusia. Lalu bisa ambil bagian dari mana harus memulai perbaikan dengan jalan Islam. Sebab, hanya aturan Islam, aturan dari Allah sematalah yang kompatibel bagi ruwetnya problematika manusia. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar : cookpad.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar