Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Melaksanakan Ketaatan Secara Sempurna

Senin, 12 September 2022



Oleh: Ummu Diar



Salah satu nikmat yang patut disyukuri setelah nikmat iman dan Islam adalah kesehatan. Salah satu faktor kondisi kesehatan adalah terbebasnya fisik dari penjajahan alias merdeka. Dan syukur luar biasa negeri ini dikaruniai Allah kemerdekaan secara fisik. Maka tindakan bentuk syukur atas nikmat merdeka ini, haruslah sepadan dengan kenikmatan yang dianugerahkan.



“…atas berkat Rahmat Allah…”demikian kalimat yang terdapat dalam pernyataan syukur atas kemerdekaan. Sehingga arah menikmatinya seyogyanya tetap dijaga agar rahmat Allah senantiasa tercurah dalam mengisi kemerdekaan. Artinya sesungguhnya aktivitas yang dilakukan dalam keadaan bebas penjajahan secara fisik hendaknya sesuai dengan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang. Semakin lama merdeka, seharusnya semakin sempurna ketaatan yang dilaksanakan.



Namun, terkadang jauh panggang dari api. Apa yang dicitakan tak sejalan dengan apa yang diusahakan. Berkah yang diharapkan, namun berkebalikan dengan nuansa taat yang dikerjakan. Sebab pada hakikatnya syukur atas kondisi tidak cukup sekadar dilisankan semata. Melainkan harus disertai dengan tindakan. Aksi nyata yang menampakkan kepatuhan dan ketundukan pada Zat yang dipersembahi syukur itu sendiri.



Lebih jauh, syukur atas merdeka diterjemahkan dengan ‘kebebasan’ yang relatif bablas. Bebas ala pandangan masyarakat Barat, yang ujung-ujungnya menganggap manusia tak harus terkoneksi dengan Tuhan dalam menjalani kemerdekaan fisik. Maka tak heran bila kemudian justru yang memilih terkoneksi dengan aturan Tuhannya dipandang aneh, distigma radikal secara sepihak, dinilai fanatik dan terlalu ‘manut’ terhadap paksaan agama.



Padahal dengan keterbatasan pada masing-masing makhluk, termasuk manusia, apakah iya akan mampu bertahan dalam kebaikan jika dibiarkan bebas tanpa koneksi dengan Tuhannya? Apakah benar kebebasan yang tanpa kendali Tuhan akan melahirkan kebahagiaan hakiki? Dalam pandangan Islam, justru pangkal kesengsaraan bermula dari bebasnya memprturutkan haa nafsu dan tidak mau menuruti panduan yang Allah berikan.



Dalam QS Al-Mu’minun ayat 71, Allah berfirman yang artinya: “Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, serta semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka peringatan (Al-Qur’an), tetapi mereka berpaling dari peringatan itu.”



Oleh karena itu, hakikat dari merdeka yang sesungguhnya adalah bagaimana manusia bisa mengatur hawa nafsunya agar tunduk dan patuh pada perintah atau larangan Tuhannya. Dalam ajaran Islam, semuanya sudah dituliskan sempurna dalam Alquran. Dan siapapun yang terbebas dari penghambaan kepada sesama makhluk dan manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah Swt dengan menjalankan Alquran, itulah yang dikatakan merdeka sesungguhnya.



Kualitas kepatuhan dan ketundukan sempurna dalam takwa inilah yang menjadikan penentu kemuliaan seorang muslim (lihat QS Al-Hujurat ayat 13). Artinya tidak ada kelas sosial dalam menjalankan peran sebagai seorang hamba yang merdeka. Tidak ada dominasi si kaya atas si miskin dalam hal ekonomi dan pelayanan sosial, tidak ada tebang pilih hukum berdasarkan derajat harta dan tahta dalam hal peradilan. Semuanya sama sebagai manusia, yang membedakan justru level takwanya.



Sehingga nikmat merdeka tidak disalahgunakan hanya untuk menuruti hawa nafsu untuk mencari kesenangan jasadiah (hedonisme). Yang apabila semakin parah, berbuah pada tunduk dan patuhnya pada sesama manusia demi ambisi dunia. Merdeka secara fisik tetapi tidak dalam urusan keterpaksaan atas aturan yang ditentukan orang lain.



Dengan demikian, sempurna taat haruslah jadi indikator utama menikmati kemerdekaan. Sebab hakikatnya merdeka bukan sebatas lepas dari intimidasi fisik, bukan sebatas tercukupinya kebutuhan pribadi, namun di satu sisi ada keterpaksaan patuh pada jerat penjajahan secara ekonomi, sosial, budaya, dan agama.

Kesempurnaan ini terwujud ketika manusia tunduk hanya pada Allah dan tidak ada larangan ketika mengamalkan ketaatan padaNya di semua aspek kehidupan. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar : http://republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar