Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Islam Jalan Kebahagiaan Wanita

Rabu, 14 September 2022




Oleh: Arin RM

Berbagai persoalan seputar tuntutan pembebasan hak wanita di ruang publik terus mengemuka. Kendati beritanya timbul tenggelam, namun tuntutan demi tuntutan tak pernah lekang disuarakan. Mulai dari kesetaraan hak di ranah domestik, kesetaraan peran di lingkup sosial, hingga keterwakilan jumlah di lingkungan politik.

Yang menjadi pertanyaan, kemana sebenarnya tuntutan itu diajukan? Dan sebenarnya apa yang membuat wanita merasa di nomor duakan? Menurut tulisan dari Dr. Abdul Khaliq 'Abdun 'Ali (Sudan), "gerakan pembebasan wanita merupakan gerakan sekularis yang menyerukan pembebasan wanita dari berbagai adab dan hukum Islam yang berlaku khusus bagi kaum wanita. Mereka ingin terbebas dari aturan hijab, membatasi perceraian, melarang poligami, menyamakan jumlah hak waris, serta meniru Barat dalam segala hal."

Namun, jika dipelajari lebih mendalam, jargon kebebasan itu ibarat pepesan kosong. Kelihatan menyenangkan, namun sejatinya tidak berarti. Sebab bagi manusia yang berpikir, tidaklah mutlak menjalani hidup dengan kebebasan. Apalagi ketika daya pikir manusia sendiri sebenarnya terbatas, maka manusia tetaplah membutuhkan aturan dari Zat Maha Tak Terbatas untuk kebaikan hidupnya.

Dalam urusan sederhana saja misalnya, untuk urusan pembuangan manusia diatur dengan proses bak atau bab. Setiap sampah tubuh harus teratur dikeluarkan, periodenya berbeda setiap badan, namun sama-sama harus dikeluarkan. Bermasalah jika ingin bebas lalu memilih tidak usah dikeluarkan salah satunya.

Begitu pula dalam urusan yang lebih besar, yang menyangkut manusia dengan dirinya sendiri bahkan dengan orang lain. Semuanya perlu keteraturan agar tidak saling nabrak sana-sini, senang di satu pihak, menyusahkan di pihak lain. Terpenuhi hak satu pihak, terampas hak di pihak lain. Maka, aturan sebenarnya dibutuhkan, bukan sebagai pengekangan melainkan sebagai bentuk penjagaan agar tertib.

Dan jika berbicara aturan, maka tidak bisa tidak harus diserahkan kepada yang Maha Tahu akan manusia. Yakni dikembalikan kepada Zat Pencipta manusia itu sendiri. Sebab yang menciptakan manusia pasti tahu yang terbaik bagi apa yang diciptakan. Menjadi anomali bila aturan itu diserahkan ke manusia sendiri. Sebab isi kepala dan juga selera setiap orang berbeda, maka otomatis aturan buatan manusia terbatas, selalu ada minusnya bila dipakai oleh orang yang lain.

Itulah mengapa, sebagai bentuk memuliakan wanita, Islam justru menggenapi aturan main untuk wanita. Lengkap sejak bagaimana harus berbusana, bagaimana di dalam rumah, bagaimana di kehidupan publik, bagaimana menjalankan peran sebagai istri, bagaimana mendudukkan diri sebagai ibu, dll. Semuanya justru untuk kebaikan wanita itu sendiri. Tidak dimaksudkan untuk mengekang sama sekali.

Maka kebohongan besar jika dikatakan Islam menjajah wanita dengan aturannya, hanya karena gak paham dengan aturan busana. Stigma dilekatkan bahwa tubuh hak prerogatif individu, bebas aja mau diapakan, jangan dipaksa. Padahal justru dengan ditutup itu adalah dimuliakan, dilindungi dari paparan sinar, dijaga dari liarnya pandangan yang tak seharusnya melihat keistimewaan wanita.

Lihatlah barang branded yang dijual khusus. Etalase begitu terjaga, ada yang dibungkus kemasan transparan, ada yang disimpan di dalam kotak kaca, yang ingin menyentuh pakai sarung tangan. Itu bukan karena mengekang barang, melainkan karena istimewa, maka harus dijaga dengan prima. Bandingannya barang yang dijual di pinggir jalan, tanpa kemasan, siapapun bisa memegang tanpa syarat. Apakah ada sensasi istimewanya?

Oleh sebab itu sumir sekali jika aturan Islam untuk wanita dikatakan mengekang. Sementara pendapat itu tidak dibangun berdasarkan matangnya pemahaman terhadap hakikat Islam memperlakukan wanita. Andaikan saja pihak sekuler liberal pengusung paham kebebasan ini mau paham dulu, pasti lain apa yang mereka jajakan.

Mereka bisa tercengang jika tahu bahwa sejak awal, perlakuan terhadap wanita dalam Islam tidak pandang bulu. Tidak didiskriminasi berdasarkan gender atau tampilan fisik. Justru Allah sendiri yang mengatakan mulia itu hanya berdasarkan level takwa (lihat QS. Al-Hujurat ayat 13). 

Takwa ini syaratnya hanya taat, manut dan tunduk karena iman, terhadap apapun yang Allah perintahkan dan Allah larang. Hasil takwa adalah ridlonya Allah pada pelakunya. Dan inilah hakikat kebahagiaan sejati. Siapapun bisa mendapatkan itu, termasuk wanita. Jadi hanya Islam lah yang benar-benar menjadi jalan kebahagiaan bagi wanita, bukan lainnya. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar : http://muslimahzone.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar