Oleh : Ratna Nur’aini
Di tengah kondisi perekonomian yang belum pulih akibat pandemi Covid 19, pemerintah kembali menaikkan harga BBM. Padahal tanggal 1 April 2022 harga BBM non subsidi jenis pertamax baru mengalami kenaikan. Kini pemerintah resmi menaikkan harga BBM mulai tanggal 3 September 2022 pukul 14.30. Ada beberapa jenis BBM subsidi dan non subsidi yang mengalami kenaikan antara lain harga pertalite naik dari Rp 7.650 perliter menjadi Rp 10.000 perliter, harga solar subsidi naik dari Rp 5.150 perliter menjadi Rp 6.800 perliter dan harga BBM non subsidi pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500. Sabtu (suara.com 3/9/2022)
Ironi, harga minyak mentah dunia turun, nanun Indonesia tetap ngotot menaikkan harga BBM, mengapa ?
Kebijakan ini diambil dengan berbagai macam alasan antara lain sekitar 70% subsidi BBM dinikmati kelompok masyarakat mampu sehingga dinilai oleh pengamat ekonomi hal ini merupakan upaya yang tidak tepat dan salah saran. Selain itu, alasannya adanya peningkatan yang signifkan anggaran subsidi dan kompensasi tahun anggaran 2022 dari awalnya Rp 152, 5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun sehingga APBN tidak kuat lagi untuk menahan kenaikan harga BBM. Sabtu (Kompas.com. 3/9/2022)
Sebagai kompensasi dibalik keputusan pemerintah menaikkan harga BBM maka pemerintah memberikan BLT sebesar Rp 600.000 selama dua tahap kepada warga miskin yang sudah terdaftar sebagai penerima BLT. Dengan adanya BLT BBM ini harapannya agar daya beli masyarakat terjaga. Sejumlah persoalan terjadi dalam penyaluran BLT antara lain orang yang sudah meninggal masih tercantum sebagai penerima bansos, distribusinya tidak tepat sasaran.
Kenaikan BBM telah memberi efek domino yang berkepanjangan bagi kehidupan masyarakat. Harga –harga barang dan jasa menjadi naik tidak tanggung-tanggung. Tarif moda transportasi umum makin tidak terjangkau masyarakat. Contohnya, kenaikan tarif bus AKAP mencapai 34%. BLT dari pemerintah tidak mampu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari secara optimal karena bantuan itu sifatnya sesaat. Akibatnya kehidupan masyarakat semakin tercekik, semakin jauh dari kata sejahtera. Padahal pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat adalah tanngung jawab negara terhadap rakyatnya. Jelaslah bahwa bansos yang jumlahnya kecil dan sangat terbatas tidak mampu mengatasi efek domino kenaikan BBM.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, tidak ada pembagian yang jelas antara harta miliik umum, harta pribadi dan harta negara. Harta milik umum bisa menjadi harta milik pribadi karena ada kebebasan kepemilikan yang dilindungi oleh undang-undang. Penerapan UU 22/ 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah memberikan jalan lebar untuk meliberalkan pengelolaan migas. Siapapun yang memiliki modal besar bisa mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam milik rakyat baik perusahaan domestik maupun perusahaan asing. Inilah dampak penerapan sistem ekonomi kapitalis dalam mengelola migas yang menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat sebagai pemiliknya.
Dalam sistem Islam, pada hakikatnya sumber daya alam baik BBM dan energi lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik sah rakyat bukan milik pemerintah. Rasulullah saw bersabda :” Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara : air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram (HR. Ibn Majah dan ath-Thabarani).
Berdasarkan hadist ini, ketiga sumber daya alam ini adalah milik umum. Pemerintah hanya berwenang mengelola semua milik rakyat tersebut. Negara boleh memberikan kepada rakyat secara gratis atau menetapkan harga murah yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Sehingga rakyat tidak terbebani dengan biaya mahal dari kebutuhan energi. Itulah pengelolaan sumber daya alam dalam Islam yang jelas-jelas membawa berkah. Maka mengembalikan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan syariat Islam adalah kewajiban yang harus segera terlaksana.
Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar