Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Buzzer Penistaan Aman Negeriku Miskin Keadilan

Selasa, 27 September 2022



Oleh: Nur Faktul (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Belakangan ini kasus Eko Kuntadhi yang sempat viral kian tenggelam tanpa jejak. Pasalnya, kata maaf yang diutarakan kepada yang bersangkutan sudah cukup membuat kasus ini terlupakan begitu saja. Padahal cuitannya di twitter terkait potongan video ustadzah Fatimatuz Zahra atau akrab di sapa Ning Imas, cukup membuat netizen geram. Tak hanya merendahkan pribadi beliau namun juga menghina akan syariat Islam yang beliau sampaikan. Meskipun kasus ini berakhir damai, namun banyak pakar hukum juga ikut mencermati. Bahwasanya kasus Eko Kuntadhi ini berpotensi melanggar hukum, maka seharusnya tidak cukup hanya meminta maaf. Sebagaimana pendapat ketua LBH Pelita Umat , Chandra Purna Irawan mengatakan "Sebenarnya kasusnya ini berpotensi melanggar sejumlah pasal. Pertama, terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir Al-Qur'an, sebab pandangan Ning Imaz sudah sejalan dengan para mufasir, salah satunya Imam Ibnu Katsir. Hal ini sudah memenuhi pasal penodaan agama sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 156a KUHP. 

Kedua, cuitan Eko Kuntadhi tergolong penghinaan atas kredibilitas keilmuan Ning Imaz. Sebab beliau memiliki otoritas akan penjelasan tafsir Al-Qur'an sesuai keilmuan yang dimilikinya. Chandra menilai ini sudah cukup melanggar ketentuan pasal 310 KUHP. Terkait menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Ketiga, Eko Kuntadhi diduga menyebarkan kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA. Tindakannya ini dinilai sudah memenuhi unsur delik, maka sudah semestinya hal ini diproses secara hukum. (Republika, 17/02/2022) Kasus semacam ini bukanlah yang pertama kali, melainkan sudah berulang kali terjadi. Namun sayangnya pemerintah sama sekali tidak ada tindakan tegas yang bisa meminimalisir, justru seolah membiarkan. Lihat saja kasus hatespeech yang dilakukan Denny Siregar, Ade Armando, dan Abu Janda yang menguap begitu saja. Berujung damai dengan kata maaf, maka wajar saja jika kasus semacam ini akan terus terjadi kedepannya.

Di sistem sekuler saat ini, masyarakat terbiasa hidup bebas tanpa aturan dalam melakukan apapun, agama seakan asing bagi umat Isyanglam. Bahkan ada yang beranggapan bahwa agama (Islam) bukan lagi hal yang perlu dimuliakan. Para pembenci Islam pun selalu mencari celah untuk mengolok, menghina, dan menjadikan zslam sebagai bahan candaan. Maka tidak heran jika sistem sekulerisme melahirkan para penista agama. Ditambah adanya Islamophobia yang kental di negeri ini, makin memperparah banyaknya para buzzer pembenci islam. Sebab faktanya dari sekian banyak agama, hanya Islam lah agama yang sering mengalami penistaan agama. Seperti kasus Ahok, Sukmawati, Denny Siregar hingga Eko Kuntadhi narasinya sama yaitu mengolok-olok Islam. Menuduh dengan agama intoleran, anti keberagaman bahkan tuduhan yang dilontarkan terindikasi anti dengan syariat Islam. Ketidakadilan yang di dapatkan umat Islam di negeri ini, makin membuat mereka merasa aman terlindungi ketika melakukan penistaan agama. Dapat terlihat ketika aparat begitu aktif dan responsif ketika pelaku pelanggaran UU ITE ini berseberangan dengan pemerintah, namun sebaliknya begitu melempem saat pelakunya sejalan dengan pemerintah.

Mendamba keadilan di sistem sekuler saat ini sangatlah mustahil. Sebab keadilan yang berstandarkan oleh aturan buatan manusia selalu demi kepentingan segelintir orang yang berkuasa. Keadilan yang digaungkan dalam sistem ini hanyalah jargon kosong  tanpa tindakan yang sesuai.  Hukum tebang pilih adalah wajar dalam sistem sekuler. Berbeda sekali dengan sistem Islam ketika diterapkan, ia mampu berberi sanksi tegas dan efek jera bagi para pelaku penistaan agama. Lihat saja bagaimana Umar bin Khattab ra, yang menghukum mati para penghina Nabi saw. Atau lihat juga bagaimana ancaman Sultan Abdul Hamid ll yang siap mengerahkan ribuan pasukan untuk menyerang Prancis jika tidak mau membatalkan teater yang itu menghina Nabi saw. Begitulah harusnya karakter seorang pemimpin dan penguasa, ketika islam dihina. Ketegasan dalam sanksi akan membuat efek jera serta meminimalisir terulangnya kasus ini.

Sistem Islam yang diberlakukan secara sempurna akan menciptakan masyarakat yang senantiasa bertakwa dan memuliakan agama. Sudah saatnya aturan Islam kembali tegak di bumi ini, menjadi solusi terbaik atas setiap problem yang terjadi. 

Wallahu a'lam bish shawab.

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar