Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Bersabar di Tengah Kenaikan Harga, Yang Bagaimana?

Rabu, 14 September 2022




Oleh: Ummu Diar

'Emak-emak kudu strong and smart', begitulah sekiranya kalimat yang sering melintas di balasan komentar media sosial tatkala ada yang curhat terkait 'puyengnya' keuangan. Puyeng dikarenakan beberapa waktu terakhir 'dunia perdompetan' tertekan dengan melonjaknya harga kebutuhan.

Sebutlah kisah minyak goreng yang sempat menantang adrenalin, pilih antri atau pilih yang mahalan. Lalu diikuti harga daging sapi, harga cabai, harga perbawangan, harga telur, dll. Bagi yang isi dompet biasa pas-pasan, wajar bila kenaikan harga pangan diikuti sejumlah keluhan. Pasalnya menejemen dompet yang sudah biasa ditekan sana-sini, harus kembali lebih ditekan lagi.

Belum lagi beban yang menekan juga datang dari kenaikan BBM dan juga tarif listrik, yang otomatis keduanya memiliki efek domino yang tidak sebentar. Lantas kondisi seperti ini apakah hanya cukup dijawab dengan 'sabar aja, rezeki sudah diatur'?

Dalam ajaran Islam, kesabaran memang harus dihadirkan dalam setiap sisi kehidupan. Terutama ketika ada permasalahan di luar keadaan normal yang menuntut diselesaikan. Hanya saja apakah kesabaran ini bermakna diam saja ketika terjadi sesuatu yang 'tidak seharusnya'?

Maka sesuatu yang tidak seharusnya ini yang perlu dicari tahu. Apakah ia bagian dari kekeliruan atau bukan. Jika itu bagian dari yang tidak benar, maka jangan dilupakan juga bahwa di dalam Islam juga ada ajaran saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah dalam kemungkaran. Sehingga disini harus bisa dibedakan kapan harus bersabar kapan harus menasehati untuk mencari jalan keluar bersama.

Berbicara terkait kenaikan harga, bukankah ini bukan sekali dua kali? Bukankah naiknya harga-harga tidak melihat siapa pimpinannya? Karena memang terjadinya bisa di masa kepemimpinan siapa saja. Maka dari itu memandang kenaikan harga sejatinya tidak cukup hanya dari sisi teknis saja. Namun harus dilacak apa yang menjadi muasal pokoknya.

Jika dicermati, cara pandanglah yang mengawali kenapa harga kebutuhan sering bergolak. Cara pandang yang memberikan ruang bagi korporasi bermain dalam dunia kebutuhan dasar. Mulai aspek produksinya, pendistribusiannya, hingga level konsumsinya. Sehingga misi meraih keuntungan menjadi mindset dalam penyediaan kebutuhan dasar tersebut.

Akibatnya pemegang kapital raksasa bisa menjadi 'bos besar' yang menguasai pasar, bahkan bisa level antarnegara. Sementara yang modalnya kecil, mau tidak mau bertahan di bagian yang sulit membesar. Karena besarnya kapital besar pulai rantai belenggu jalur perdagangan mereka, maka kalaupun sampai ada otak-atik harga ataupun stok kebutuhan, sulit untuk ditertibkan.

Tentu disini yang akan susah ya yang membutuhkan barang tersebut. Mau beli harganya mahal, kalau tidak dibeli nyatanya memang dibutuhkan. Lalu apakah cukup diatasi dengan sabar seraya tekan kebutuhan itu lalu beli yang ini, kurangi kualitas yang itu biar bisa tetap beli ini? Kalau begitu terus sampai kapan keadaan akan berada pada level berkualitas lagi?

Oleh karenanya sabar juga perlu diiringi langkah mengubah mindset pemenuhan kebutuhan dasar umat. Mindset harus dicerminkan pada konsep pengaturan yang benar yang bersumber dari wahyu, yaitu Islam. Yang ketika dahulu pernah dipakai, meninggalkan jejak kesejahteraan di masanya sebagaimana kisah penduduk di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan yang lainnya.

Islam memandang kestabilan harga perlu mendapatkan perhatian dari negara. Sebab negara dalam pandangan Islam diamanahi untuk mengurusi umat, tak terkecuali urusan kebutuhan dasar. Mulai dari urusan penyediaan, pendistribusian, penjagaan mutu,
perlindungan dari cengkeraman korporasi raksasa, semuanya 'dipegang' oleh negara.

Peran ini dimaksimalkan dengan misi pelayanan, bukan mencari keuntungan ala kapitalis. Sehingga untuk merealisasikannya akan diaktifkan struktur teknis dari pusat hingga daerah yang benar-benar memastikan hajat umat tercukupi. Maka tidak heran jika dalam khazanah Islam kerap diberitakan tentang adanya Qadi hisbah yang berperan melakukan sidak langsung di lapangan.

Memastikan kualitas kebutuhan bukan abal-abal.

Hanya saja mengubah mindset apalagi sampai tataran penerapan seperti di masa kejayaan Islam dulu bukan hal mudah. Perlu proses yang saling dukung antarbanyak elemen. Sehingga edukasi terkait pengaturan Islam bagi kehidupan umat ini juga perlu untuk diadakan. Sebab tanpa edukasi, mustahil kebaikan konsep Islam bisa sampai pada kepala setiap orang. Tanpa konsep yang baik mustahil kesabaran bertahan menghadapi kenaikan harga bisa tuntas dihadirkan. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar: http://poskota.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar