Oleh : Bunda Al Fatih
Saat ini sedang viral berita tentang dugaan pelecehan seksual di Ponpes Shiddiqiyah di Jombang oleh Moch Subchi Azal Tsani( MSAT)
Selain itu ada kasus lain tentang isu penyelewengan dana donasi di lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap(ACT) hingga Bareskrim meminta keterangan pada mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar pada Jumat 8 Juli 2022 dan berlanjut dengan ditutupnya 300 rekening ACT, juga dugaan penyelewengan dana kecelakaan Lion Air ( MSN 10 Juli 2022).
Memang miris kasus seperti di Ponpes Shiddiqiyah dan ACT, tapi yang jadi pertanyaan, mengapa berita-berita seperti ini bila oknum pelakunya seorang muslim maka akan diberitakan secara masif. Apakah ini suatu kebetulan atau ada agenda dibaliknya?
Menurut Direktur An Nasr Institute For Strategi Policy, Munarman SH, hal seperti ini memang ada aktor utama, agenda, alur isu dan strategi dari antek-antek AS dan Zionis Yahudi untuk mendiskreditkan kelompok Islam dengan bermacam stigmatisasi seperti fundamentalis, radikal, intoleran, terorisme dan sebagainya. Diantaranya NGO yang fokus mengampanyekan anti syariat Islam dan anti firmalisasi syariat.
Diantaranya Setara Institute, Moderator Muslim Society dan RAND Corporation. Sedang RAND Corporation dikenal sebagai lembaga think tank dan lembaga konsultan militer AS yang beberapa tokohnya diantaranya Angel Rabasa, Cheryl Bernard dan sebagainya.
Menurut beliau, lembaga-lembaga ini sering membenturkan kelompok Islam dan berusaha melemahkan dan membelokkan pemahaman Islam seperti jihad. Juga membuat proyek bersama yaitu "deradikalisasi" dengan membidik ormas-ormas Islam, majelis taklim, ustad/ustadzah, perguruan tinggi dan sebagainya.
Cheryl Bernard pernah menulis buku Civil Democratic Islam: Partners, Resource and Strategi yang dirilis RAND Corporation tahun 2003 yang berisi tentang politik perang pemikiran atau strategi dan taktik pemikiran yang perlu dilakukan Barat untuk menghadapi umat Islam pasca peritistiwa pemboman WTC 11/9/2001 ato lebih dikenal 9/11/ yang targetnya untuk melawan sesuatu yang tidak jelas yaitu terorisme dan fundamentalisme Islam.
Didalamnya tercantum beberapa rekomendasi untuk menyerang kelompok muslim yang mereka sebut fundamentalis. Mereka juga membunuh karakter tokoh-tokoh agama dan lembaga kemanusiaan Islam, terlepas apakah tokoh tersebut betul-betul salah di depan hukum atau hanya fitnah saja. Adapun caranya dengan:
Pertama: Mendorong media untuk mempublikasikan kesalahan tokoh atau pengelola pesantren seperti korupsinya, kemunafikannya atau tindakan amoralnya. Hal itu bertujuan agar masyarakat tidak lagi percaya dengan simbol pendidikan Islam, misal Ponpes dan lembaga kemanusiaan Islam.
Kedua: Mengaitkan tokoh atau pengelola lembaga kemanusiaan Islam tersebut dengan kelompok yang dicap teroris agar masyarakat menjauhi mereka dan enggan menyumbangkan dananya.
Inilah Islamophobia
Islamophobia sudah ada sejak dulu bahkan sejak jaman Rasulullah SAW. Rasulullah dan kaum muslim banyak mendapat ujian berupa celaan, fitnah sampai ancaman fisik berupa siksaan bahkan pembunuhan. Orang-orang kafir gencar memfitnah dan memprovokasi orang-orang Mekah untuk melakukan kekerasan pada Rasulullah dan kaum muslim hingga banyak sahabat yang mati syahid. Rasulullah pun menjadi sasaran celaan, hinaan bahkan ancaman untuk dibunuh hingga Allah memerintahkan untuk hijrah ke Madinah. Bahkan meski sudah di Madinah serangan terhadap Islam tetap berlanjut.
Islamophobia akan terus ada karena orang kafir Barat takut terhadap ideologi Islam yang terus berkembang dan bersinergi dengan dakwah Islam kaffah ke seluruh penjuru dunia. Kafir Barat dengan ideologi kapitalis sekuler sangat takut kedudukannya akan tergeser oleh Islam. Mereka khawatir ideologi Islam akan menaklukkan gaya hidup, budaya, peradaban mereka.
Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar