Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Menyiapkan Perjalanan Keluarga Kembali Ke Surga-Nya

Kamis, 14 Juli 2022



Oleh: Arin RM

Jamak dijumpai pepatah kehidupan di meme media sosial. Salah satunya  yang mengingatkan perihal kehidupan, menyampaikan pengingat bahwa kehidupan di dunia sementara saja, ada kampung keabadian yang akan dituju kelak.

Namanya kampung, penghuninya tentu bukan orang tunggal. Tak heran bila dikatakan "terlalu luas jika surga didiami seorang diri". Hingga bertaburan motivasi yang mengarahkan bagaimana caranya sekeluarga masuk surga, bagaimana mempersiapkan perjalanan kembali ke kampung asal leluhur, Adam dan Hawa.

Setiap perjalanan memerlukan bekal, maka demikian pula perjalanan menuju surga Allah. Sebaik-baik bekal untuk perjalanan ke akhirat adalah takwa, yang berarti “menjadikan pelindung antara diri seorang hamba dengan siksaan dan kemurkaan Allah yang dikhawatirkan akan menimpanya, yaitu (dengan) melakukan ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat kepada-Nya.” (Ucapan Imam Ibnu Rajab dalam kitab Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 196))

Hanya saja tantangan untuk menjauhi maksiat ataupun melakukan ketaatan tidaklah mudah. Lingkungan yang terpengaruh gaya hidup sekuler dan hedonis menjadi kadang uji mental tersendiri. Pun pola kapitalis yang menilai segala sesuatu dengan materi, mengukur banyak hal dengan kepemilikan uang, pada akhirnya mengaburkan fokus untuk menuju taat.

Adalah dilema klasik ketika ada keinginan taat, tetapi kadang ada situasi tidak mendukung. Namun kembali lagi, sesungguhnya setiap perbuatan taat atau maksiat adalah pilihan yang memang harus diperhatikan. Sebab Allah sebagai zat yang Maha mengenai, Allah memerintahkan setiap diri memperhatikan apa yang diperbuat untuk hari akhirat (lihat QS Al-Hasyr: 18).

Mengumpulkan bekal takwa memang berat, apalagi kalau sendirian. Maka dari itu diperlukan saling dukung, minimal dari dalam keluarga sendiri. Mengapa keluarga? Karena tabiat mereka yang paling dekat dan paling sering berinteraksi dengan diri kita. Betapa indahnya jika satu keluarga sama-sama fokus pada akhirat, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

PR besar di sini adalah bagaimana menjadikan visi memenuhi bekal perjalanan ini juga dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga. Hingga keutuhan dan kebahagiaan keluarga di dunia akan kembali dirasakan ketika di akhirat kelak. Maka tidak bisa tidak, kampung yang dituju haruslah surga.

Itulah mengapa sangat relevan jika dalam kepala keluarga diperintahkan menjaga setiap pasukannya dari api neraka. Sebab memang tujuannya bukan kesana. Dan untuk kepentingan itu, setiap anggota keluarga penting menyadari peran dan tugasnya masing-masing. Bukan sebatas beres dunia, melainkan sesuai tugas dari Sang pengatur kehidupan, Allah SWT.

Relasi suami istri didudukkan sebagai sahabat satu sama lain dalam menjalankan bahtera rumah tangga. Suami nahkoda yang memimpin, istri ahli yang memastikan setiap anak dapat menumpang kapal dengan etika yang benar. Menjadikan keluarga sama-sama berazzam taat sembari meninggalkan maksiat. Mengutaman kewajiban sebelum mengejar kemubahan yang kadang justru melelahkan.

Setiap anggota keluarga tak berhenti nya belajar Islam untuk diamalkan. Saling menyampaikan satu sama lain agar sama-sama tahu dan sama-sama benar. Menumbuhkan budaya mengingatkan atas kesalahan, saling memotivasi untuk melakukan banyak amal kebaikan. Sebab sejatinya perbekalan yang disiapkan akan dibatasi oleh deadline ajal yang entah kapan datang.

Sehingga keluarga yang mempersiapkan bekal perjalanan pulang selazimnya membudayakan bersegera dalam ketaatan di sana. Berlomba dalam kebaikan, mengingatkan agar tidak terlena dengan panjangnya angan-angan berupa penundaan.

Dan sebagai kuncinya aqidah Islam yang telah dikokohkan harus diikat dengan ikhlasnya taat kepada syariat Allah. Di ruang habluminallaah, habluminannafsi, dan hablumminannaas tanpa terkecuali. Dan tentunya upaya persiapan bekal perjalanan keluarga ini akan lebih baik bila lingkungan sekitar (masyarakat ataupun negara) juga mengarah pada visi yang sama. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar: http://steemit.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar