Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Ketika Remaja Barat Bisa Memiliki Senjata

Kamis, 14 Juli 2022



Oleh: Ummu Diar

Kasus penembakan massal bukan sekali dua kali terjadi di Barat, khususnya Amerika Serikat. Dilansir dari kompas.com, Penembakan di Amerika Serikat (AS) terjadi lagi, kali ini menewaskan seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun dan melukai tiga orang lainnya termasuk seorang polisi dalam konser di Washington DC, Minggu (19/6/2022) malam. [1]

Laman merdeka.com, menyajikan data-data terkait akibat kepemilikan senjata di Amerika Serikat. Berdasarkan data statistik dari Bradyunited.org: setiap hari 321 orang jadi korban penembakan massal di Amerika Serikat. Dari angka itu 111 orang tewas, 210 selamat dari luka tembakan. Setiap hari 22 anak dan remaja (1-17) tahun ditembak di AS. [2]

Dari data dapat diketahui bahwa izin kepemilikan senjata api bagi warga negara Barat bagaikan buah simalakama. Di satu sisi diperlukan untuk memenuhi hak pembelaan diri dan keamanan, di satu sisi dapat dengan mudah disalah gunakan. Dari sekian kasus penembakan massal, mayoritas di beritakan disebabkan mereka punya persoalan kejiawaan.

Salah satu sebab dari peristiwa penembakan massal yang terjadi di Amerika Serikat adalah masalah kejiwaan pelaku. Seperti yang dilakukan Ramos, pelaku penembakan di Uvalde yang disebut-sebut sebagai pribadi introvert dan penyendiri. [3]

Penembakan massal yang terjadi di salah satu pasar swalayan New York, Amerika Serikat diduga dilatarbelakangi oleh isu rasialisme. Melansir CNN, kepada pihak berwenang, terduga pelaku penembakan mengaku bahwa dirinya menargetkan komunitas kulit hitam. [4]

Fenomena yang terjadi menandakan  bahwa ada 'sesuatu' terkait rasa aman masyarakat di sana. Kebebasan kepemilikan senjata ternyata tidak sepenuhnya menjamin rasa aman. Tanpa kematangan kepribadian, senjata di tangan yang salah justru berpotensi disalahgunakan dan menimbulkan masalah kemanan baru. Satu pihak ingin aman dengan pegang senjata, lainnya takut jadi korban salah guna senjata.

Kondisi ini tentu jauh berbeda ketika kepribadian Islam kuat dipegang oleh generasi muda di awal Islam bangkit. Meskipun piawai main senjata, sejarah mencatatkan bahwa penggunaan senjata hanya digunakan ketika berhadapan dengan musuh di medan laga. Belum ditemukan kisah individu menyalahgunakan senjata secara brutal hingga menghilangkan nyawa warga tak berdosa.

Salah satu pengokohnya adalah karena mereka memahami tujuan dari senjata itu ada. Sengaja untuk pertanahan bersama, bukan sebatas individu, dan pengaturannya disesuaikan dengan norma agama. Bahwa mereka meyakini dosa, tidak dibenarkan menyumbang nyawa tanpa alasan haq. Akibatnya ancaman efek kepemilikan senjata tidak ditemukan.

Masyarakat yang melingkupi saat itu sama-sama tunduk pada aturan agama. Pun pemikiran dan perasaan yang ada juga sama-sama menyepakati atas sanksi tegas bagi penghilangan nyawa atau gangguan fisik lainnya. Sehingga interaksi di dalam masyarakat menjadi sehat. Individu berkarakter takwa yang kenal Tuhan, sekaligus payung kekuasaan yang menjamin aman.

Nampaknya masyarakat sehat demikian tidak ada di alam serba liberal saat ini. Perasan, pemikiran dan aturan di tengah masyarakat Barat membebaskan individu "mendapatkan rasa aman" sendiri-sendiri. Pun sekularisme yang berlaku menjadikan mereka tidak selalu mengenal Tuhan. Akibatnya mereka tidak menyambungkan apapun yang mereka kerjakan dengan pertanggungjawaban di hadapan Tuhan kelak.

Akibatnya senjata di tangan yang tidak tepat justru bukan solusi aman yang sebenarnya. Ia hanya "rasa aman" semu yang dimunculkan seiring dengan manisnya laba bisnis senjata. Kepemilikan tanpa disertakan edukasi yang dikaitkan dengan keyakinan norma (terutma agama), masih menyisakan kekhawatiran bagaimana senjata itu digunakan.[]



Referensi:
1. https://www.kompas.com/global/read/2022/06/21/080000370/penembakan-di-amerika-lagi-remaja-15-tahun-tewas-dalam-konser-di-Washington-DC.html
2. https://m.merdeka.com/dunia/lebih-dari-110-orang-mati-setiap-hari-statistik-mencengangkan-penembakan-di-as.html
3. https://voi.id/bernas/172211/pelaku-penembakan-massal-dan-produsen-senjata-api-di-amerika-serikat-sama-sama-cerminan-masyarakat-yang-sakit
4. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220516101938-134-797165/rasialisme-diduga-jadi-motif-penembakan-massal-di-swalayan-as

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar: http://istockphoto.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar