Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Apakah Relasi Gender Memengaruhi Kualitas Pendidikan Anak?

Rabu, 13 Juli 2022



Oleh: Arin RM

Pasca pembelajaran daring muncul opini yang mengaitkan antara relasi gender dengan kualitas pendidikan anak. Yakni menilai bahwa gender perempuan, yang dalam hal ini lazimnya adalah ibu, memegang peran dominan dalam ranah pendidikan anak.

Apakah benar demikian? Bukankah banyak faktor lain yang turut mempengaruhi? Maka, perlu diperdalam lagi definisi relasi gender yang dimaksud? Apakah dimaknai sebagai kesetaraan peran ayah dan ibu dengan hak dan kewajiban sama dalam keluarga? Termasuk dalam tanggung jawab ekonomi dan ranah kepemimpinan, yakni mengambil keputusan? Ataukah berkaitan dengan kerjasama pendidikan anak agar kualitasnya meningkat?

Terkait kualitas pendidikan anak, sesungguhnya ada faktor lain yang ikut andil. Sebutlah faktor luar berkaitan dengan kesiapan sekolah atau guru memberikan pola dan materi ajar khusus selama daring. Atau berkaitan layanan sarana prasarana yang menunjang pembelajaran, dll

Selanjutnya baru melihat dari sisi keluarga. Yakni berkaitan dengan daya dukung rumah dalam rangka menyesuaikan sarana prasarana yang mendukung pembelajaran, serta kepiawaian orang tua atau pendamping selama kegiatan belajar berlangsung.

Dari sekian faktor ini, mana yang benar-benar memengaruhi kualitas pendidikan anak? Apakah peran ibu yang secara tidak langsung dituntut menjadi guru pengganti selama daring atau ada faktor lain yang lebih dominan?

Ibu tidak sempurna menjadi guru pengganti adalah lumrah. Sebab ketika relasi gender berlaku dalam sebuah keluarga, maka secara tidak langsung ibu juga memiliki kewajiban memikul ekonomi keluarga. Sehingga tak sedikit ibu yang turun tangan bekerja. Maka mungkinkah jika ibu yang bekerja ini pada saat bersamaan mendampingi belajar anak secara maksimal? Bagaimana jika anaknya lebih dari 1?

Dari sini dapat terjawab apakah relasi gender menyelesaikan problematika kualitas pendidikan? Apakah bukan justru memperbanyak tugas yang harus diselesaikan ibu? Oleh sebab itu, berbicara terkait kualitas pendidikan anak, memang harus dicari betul akar masalahnya.

Menjadikan ibu atau pendamping di rumah sebagai guru pengganti bukanlah solusi, sebab kemampuan dan latar pendidikan setiap orang berbeda. Pun menjadikan relasi gender sebagai harapan perbaikan kualitas pendidikan anak juga berat, sebab ada beban ganda pada salah satu pihak.

Sehingga kembali mendudukkan peran dan fungsi masing-masing adalah hal yang diperlukan. Dalam kacamata Islam, ibu dan ayah memiliki tugas dan perannya masing-masing. Adakalanya memang keduanya berbeda sesuai fitrah penciptaannya, adakalanya dapat sama-sama ditunaikan berdua. Sehingga relasi suami istri dijalani bukan sebagai relasi gender yang sama persis hak dan kewajibannya.

Suami adalah penanggung jawab nafkah, istri yang mengaturnya. Suami adalah kepala sekolah keluarga, dan istri adalah guru pelaksana teknisnya. Suami adalah pemimpin rumah tangga, istri adalah manager profesionalnya. Dalam menjalankan ini semua baik suami maupun istri sama-sama perlu ilmu.

Termasuk dalam pendidikan anak, keduanya memerlukan ruang diskusi dan musyawarah untuk mempersiapkan yang terbaik bagi anak. Sebab arah utama pendidikan dalam keluarga adalah menjaga keluarga dari api neraka. Yang indikator riilnya ditampakkan dalam wujud takwa. Yakni menjadikan kepatuhan kepada Allah sebagai standar.

Sehingga kalaupun membahas kualitas pendidikan anak, maka hasil akhirnya akan dicerminkan antara kesesuaian sikap dan pemikiran anak. Apakah terbentuk kepribadian utuh yang bertakwa ataukah sebaliknya. Dan di sini lah peran kepala sekolah, yakni ayah, sangat penting.

Sebab sejatinya perintah menjaga keluarga dari api neraka diserukan kepada kepala keluarga. Dan untuk menerjemahkan amanah tersebut sulit jika tidak jelas siapa yang memimpin dan siapa yang siap dipimpin. Sehingga kualitas pendidikan anak sejatinya dicetak oleh banyak faktor, dan yang dominan adalah dari patron keluarga yang berasaskan kacamata Islam dalam menjalankan peran dan fungsi di dalamnya.[]

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar : http://kibrispdr.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar