Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Menangkis Derasnya Arus Konsumerisme di Medsos

Selasa, 14 Juni 2022


Oleh: Arin RM

Sobat remaja, pernahkah membaca istilah "biar kw asal fyp?" Atau "aspal asal viral" Yup, bagi sobat remaja yang always stay update di medsos pastinya sudah tidak asing dengan jargon itu ya. Istilah yang seoalah jadi prinsip itu lagi happening banget di beberapa aplikasi. 

Gak kekinian dong kalau gak ikutan yang sedang in? Begitu mungkin yang terlintas di sebagian orang. Alasannya kalau gak mengikuti apa yang sedang jadi tren, semakin kecil kesempatan FYP. Konon katanya kalau sudah ada di FYP berkesempatan besar untuk viral. Kalau sudah viral ada kesempatan mendatangkan cuan. So, apa yang sedang tren ya segera ambil bagian alias ikutan. Meskipun harus memakai barang tiruan alias kw alias aspal (look asli tapi palsu).

Wah wah, kalau sudah cuan orientasinya memang serba bisa ya diusahakan. Tapi sobat, kalau dipikir-pikir sebenarnya siapa yang dapat untung besar dari sebuah challenge dengan menampilkan benda tertentu? Yang punya brand ataukah murni yang membuat konten? Biayanya besar atau sedikit?

Bisa jadi sebagian yang kaya, tidak menjadi soal mengeluarkan modal hingga viral. Namun permasalahan sebenarnya bukan di sana, melainkan pada "konsep konsumerisme" yang ada dibaliknya. Disadari atau tidak, untuk mengikuti sebuah tren diperlukan benda yang kadang tidak dimiliki sejak awal. Dan untuk itu akhirnya mengeluarkan budget untuk belanja. 

Tak menjadi soal juga jika belanja yang dibeli adalah kebutuhan, memang diperlukan. Namun jika hanya demi keinginan, tentu bukanlah hal yang seharusnya dilakukan. Sebab bagi remaja muslim, ada konsekuensi atas setiap perbuatan. Yakni berupa pertanggungjawaban, termasuk urusan beli membeli barang, kelak tak luput dari penghisaban. Sebab terkait harta, masyur disampaikan akan ditanyakan dari mana didapatkan dan kemana habis dibelanjakan.

Dengan demikian kecermatan mengikuti tren medsos penting diperhatikan. Ketenaran yang di dapat sebenarnya bukan hakikat hidup yang sebenarnya. Gelimang materi yang diperoleh karena cuan berdatangan setelah viral juga bukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Semuanya hanya sesaat dan akan beralih ke dunia nyata. Dan di sanalah akan terlihat kemana sebenarnya potensi remaja disalurkan.

Medsos sendiri bukanlah dunia bebas nilai. Di dalamnya ada arus budaya yang dijajakan. Ada prinsip dan pandangan terhadap kehidupan yang berusaha dibiasakan pada publik atas nama "konten". Oleh karena itu memiliki pandangan asas yang kuat diperlukan untuk dapat menangkis arus yang sebenarnya tidak sejalan. Dan sebagai remaja muslim, sobat semua pasti mengetahui keadaan ini.

Dalam tuntunan Islam dijelaskan bahwa memenuhi kebutuhan hidup itu perlu, sedangkan memenuhi keinginan tidak harus. Apalagi memaksakan diri membeli ini itu yang sebenarnya tidak dibutuhkan demi "pandangan manusia", tidak semestinya dilakukan. Sebab pandangan manusia bukanlah standar kebahagiaan. Kemewahan materi dan sanjung puji sesama manusia sifatnya terbatas, hanya sebentar kepuasan yang didapatkan. Selebihnya akan berpetualang lagi mencari yang lebih dan lebih.

Jika itu terus diperturutkan, akan sampai kapan? Oleh karena sobat remaja perlu saling peduli dan mengingatkan. Perlu menyampaikan bahwa standar kebahagiaan sejati adalah ridlo ilahi. Sehingga masa muda tidak akan dihabiskan untuk mengejar materi demi materi. Masa muda akan dipakai untuk memperbanyak ilmu agar bisa melakukan apa saja perbuatan yang sekiranya menjadikan Allah ridlo. Agar merasakan kebahagiaan dan ketentraman sejati.

Dengan konsep berpikir terhadap kebutuhan dan standar kebahagiaan seperti ini, maka konten medsos akan update dengan hal yang bernilai positif dan edukasi. Sebab remaja yang menginginkan ridlo ilahi tentu tidak serta merta ngonten sembari terbawa arus konsumerisme. Sebaliknya, remaja akan produktif untuk saling mengingatkan akan tidak terjebak pada dunia yang fana. Sehingga medsos akan menjadi laman digital untuk menebar kebaikan dan manfaat sebanyak-banyaknya. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar: sanadmedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar