Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Duhai Remaja, Pernikahan Itu Perlu Persiapan

Selasa, 14 Juni 2022


Oleh: Ummu Diar

Konten seputar pernikahan sempat marak dan meriuhkan dunia sosial media. Banyak unggahan sosial media yang menggambarkan secuil kehidupan berumah tangga. Terbaru, beberapa remaja membuat tayangan seolah-olah sedang shalat di belakang imam atau sedang mengimami seseorang, lengkap dengan adegan cium tangannya. Berbagai pendapat banyak bermunculan di kolom komentar konten yang ditayangkan.

Sebagian beranggapan bahwa hal itu masuk aktivitas mempermainkan sholat berjamaah. Pasalnya berjamaah tapi bukan dengan manusia, melainkan dengan benda mati yang dianggap sebagai "pasangan halal". Sebagaian lainnya menganggap ini biasa saja, hanya sekedar lucu-lucuan. Dan yang lain beranggapan bahwa konten seperti itu adalah wujud kehaluan akibat kebelet nikah.

Anggapan terakhir patut dicermati bersama. Mengapa bisa remaja yang masih belia sampai tertarik mengikuti konten berkaitan dengan kehidupan rumah tangga? Apakah dalam keseharian sosial media tayangan terkait rumah tangga sering melintas di laman mereka? Ataukah memang para remaja ini sudah siap dan menginginkan pernikahan yang sebenarnya?

Keinginan menikah muda bukanlah sesuatu yang salah. Hanya saja syarat dan kecakapan menjalankan pernikahan harus dikantongi terlebih dahulu. Sederhananya boleh menikah muda jika sudah siap dan sanggup dengan segala konsekuensinya. Sebab hakikat kehidupan rumah tangga itu tidak sesingkat konten rumah tangga yang ditayangkan di sosial media. Dan tidak selalu romantis yang disajikan di layar kamera.

Tayangan beraroma provokasi remaja menikah muda haruslah diimbangi dengan edukasi terkait dengannya. Sebab bahaya jika provokasi menikah hanya disambut dengan kebelet nikah hanya demi status tanpa persiapan bekal yang matang. Tanpa tahu apa dan bagaimana peran tanggungjawab masing-masing pasangan secara matang. Pernikahan bukan mainan atau sekadar konten kekinian, melainkan perlu persiapan.

Pun jomblo bukanlah kondisi yang harus dijadikan sasaran bullyan dengan alasan motivasi biar cepat dapat pasangan. Masa jomblo itu sesungguhnya masa terbaik untuk menyiapkan dan memantaskan diri menuju kehidupan rumah tangga. Sehingga mengisi masa jomblo harusnya dibantu dengan tayangan yang full edukasi ke arah sana. Bukan justru dibombardir konten kemesraan rumah tangga, yang sebenarnya tidak harus disebarkan di sosial media.

Suami istri itu halal melakukan aktivitas membahagiakan masing-masing. Mau seperti apapun modelnya, tak menjadi soal bila dilakukan di kehidupan khusus mereka. Artinya tidak dilakukan di tempat umum, termasuk di sosial media. Memang ketika mereka membuat tayangan, tempatnya ya hanya mereka yang tahu. Tapi begitu sudah diunggah, bukankah jadi banyak orang yang bisa menyaksikan? 

Pada ranah seperti inilah rasa malu perlu ditempatkan. Walaupun perbuatan mereka halal, namun ada tempat yang harus diperhatikan. Ada situasi dan kondisi lanjutan yang harus dipertimbangkan matang-matang. Lebih dari itu, Nabi  bersabda yang artinya: "Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang. Dan rasa malu salah satu cabang dari iman." (HR. Ahmad 9361, Muslim 161, dan yang lainnya).

Jadi, wahai remaja, dari pada membuat konten menirukan cuplikan kehidupan pernikahan, sebaiknya fokuskan diri pada hal positif lainnya. Jikapun memang berencana menikah muda, alangkah lebih baik memanfaatkan kesempatan yang ada untuk belajar fiqih pernikahan dan ilmu lain yang terkait dengannya. 

Sebab pernikahan itu tidak selesai dengan megahnya resepsi dan bagusnya jejak foto setelahnya. Ada konsekuensi syariat yang menjadi tanggungan pundak suami maupun istri. Ada peran sebagai orang tua dengan segenap keutamaan dan tantangannya. Ada amanah sebagai anak dan menantu yang meminta gak untuk diimbangi. Dan tentunya ada jatah kewajiban lain yang tidak ada akan gugur meskipun sudah sibuk menjalani rumah tangga. Misalnya amar makruf, berbaur dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal, dll.

Jadi, wahai remaja menikahlah dengan ilmu. Menikahlah dengan niat yang lurus, dengan persiapan yang mulus. Menikahlah dalam naungan kasih sayang Allah, bukan dalam kebanggaan status semata. Sebab panjangnya liku-liku kehidupan pernikahan sejatinya bukan semanis sajian konten yang harus dipertontonkan. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar: maucash.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar