Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Menyatukan Cinta Tak Harus Terobos Aturan Agama

Kamis, 14 April 2022




Oleh: Rinica M

Sahabat Shalihah, bagaimana perasaannya ketika melihat timeline media sosial berseliweran foto muslimah berkerudung menikah di tempat ibadah agama lain? Kalau mencari jawaban di timeline, ya hasilnya akan ada yang pro dan kontra.

Sebagai seorang muslim, yang terbaik adalah mencari jawaban dari sumber Islam. Yaitu melihat dari Alquran dan penjelasan ulama terkait dengan hal itu. Yang mana, sejatinya hukum muslimah menikahi lelaki selain Islam sudah diterangkan dengan gamblang dan tidak ada perbedaan pendapat.

Dalam Alquran Surat Al-baqarah ayat 221, disebutkan bahwa wanita-wanita mukmin tidak boleh dinikahkan dengan orang-orang musyrik sebelum mereka beriman. Begitu juga dengan lelaki muslim, tidak diperkenankan menikahi perempuan musyrik.

Sedangkan dalam Alquran Surat Almumtahamah ayat 10, disebutkan yang terjemahannya "....mereka (wanita-wanita beriman) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak pula halal bagi mereka."

Profesor Dr. Wahbah Zuhayli mengatakan, meski Nash tersebut menyebut larangan itu terhadap lelaki musyrik, ia berlaku umum untuk seluruh lelaki kafir. Sehingga dari sini dapat diketahui bahwa muslimah bolehnya menikah dengan lelaki muslim.

Bagaimana jika terlanjur cinta? Maka jawabannya harus dimulai dari ketepatan mendudukkan cinta. Cinta memang alami, fitrah, auto dimiliki setiap manusia karena rasa cinta ini adalah karunia Allah yang disertakan dalam naluri setiap manusia.

Penampakan rasa cinta ini bisa bermacam-macam. Bisa berupa ketertarikan kepada lelaki asing (bukan mahram) yang akhirnya memunculkan dorongan untuk menikah, bisa berupa rasa sayang dan gemas kepada anak kecil, bisa berupa sayang dan bakti kepada orang tua, bisa berupa penghormatan kepada ulama, dll.

Hanya saja, jika melihat aspek keimanan, maka ada urutan prioritas cinta yang harus diketahui. Posisi pertama cinta seorang muslim, layak diisi dengan cinta kepada Allah. Yang perwujudannya adalah dengan meluruskan iman lalu mengibadahi Allah secara utuh. Tunduk dan patuh terhadap apa yang diperintahkan dan dilarang.

Posisi cinta kedua adalah mencintai Rasulullah. Yakni dengan mengejawantahkan rasa yakin kita akan kerasulan beliau, lalu mematuhi apapun yang Allah berikan. Baik itu yang berkaitan dengan urusan ibadah kepada Allah, urusandengan diri pribadi, maupun urusan dengan sesama manusia (termasuk dalam urusan pernikahan)

Posisi cinta yang ketiga barulah ditempati oleh manusia selain Nabi Muhammad. Siapa? Tentu saja orang tua kita. Apapun keadaan mereka, atas izin Allah yang diperantarakan lewat merekalah kita bisa sampai ke dunia. Sempat merasakan pengasuhan dan pendampingan menapaki awal kehidupan di bawah naungan mereka.

Posisi cinta selanjutnya baru diberikan kepada selainnya, saudara kandung, kerabat, guru, baru teman atau sahabat. Yang menjadi persoalan adalah ketika cinta itu justru lebih dominan diberikan kepada lawan jenis yang bukan mahram, belum halal, apalagi beda keyakinan. Maka disini iman dan nalar sehat yang harus mengambil peran.

Sebenarnya Islam sudah mengantisipasi agar cinta tak disatukan dengan menerobos aturan agama dengan jalan melarang mendekati zina. Islam menjaga agar perasaan cinta tidak jatuh sebelum ada kehalalan. Dan agar tidak ada drama patah hati yang berlebihan.

Juga menghindari nekat melakukan segala cara atas nama cinta. Termasuk melanggar dan menerobos hal jelas keharamannya. Menerobos agama itu termasuk jalan yang buruk tidak? melakukan kemaksiatan secara terang-terangan itu awal kekejian bukan?

Namun, anehnya proses pendekatan pada zina dikemas aneka rupa atas nama pacaran. Dianggap lumrah dan biasa saja. Lalu jika sudah kebablasan minta disatukan walaupun beda keyakinan. Sungguh memprihatinkan buah dari pemikiran sekuler demikian. Yang memisahkan agama dari urusan hidup. Asal bahagia asal merasa cinta, agama hanya dijadikan casing semata.

Oleh karenanya sejak awal, jalan hidup muslimah memang harus ditentukan. Apakah akan mendudukkan cinta sesuai porsinya atau sebaliknya? Apakah mau melabuhkan cinta pada lawan jenis setelah halal atau sebaliknya? Yang jelas semuanya ada konsekuensinya masing-masing dan akan ada perhitungannya di hadapan Allah.

Sehingga memang sejatinya tidak ada pilihan lain selain membiasakan dan mengakrabkan remaja dengan Islam, agar dalam urusan kehidupan tak sampai keliru jalan. Agar dalam masalah cinta pun tak harus menerobos aturan. Sayangnya pengondisian ini sulit jika tidak dalam lingkungan yang mempraktikkan Islam. Itulah mengapa penting untuk terus berusaha menghadirkan Islam sebagai satu-satunya landasan mengatur kehidupan.[]

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar : http://limone.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar