Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Krisis Ukraina, Dimana Peran Dunia Islam

Sabtu, 05 Maret 2022



Oleh: Tri S, S.Si


Rusia resmi menyerang Ukraina, aksi Rusia langsung menyasar kota besar Ukraina seperti Kyiv, Odessa, Kharkiv dan Mariupol. Sejumlah negara mengkritik keras tindakan Rusia tersebut, termasuk Indonesia. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menilai aksi Rusia meningkatkan eskalasi konflik senjata dan membahayakan keselamatan masyarakat serta berdampak bagi keamanan kawasan. Indonesia mendesak agar negara-negara terkait menghormati aturan hukum yang berlaku. “mengecam setiap tindakan yang nyata-nyata merupakan pelanggaran wilayah teritorial dan kedaulatan suatu negara,” kata Faiza dalam keterangan secara daring, Kamis (24/2/2022). 


Indonesia menegaskan kembali agar semua pihak mengedepankan perundingan dan diplomasi untuk menghentikan konflik dan mengutamakan penyelesaian damai. Apalagi, Indonesia berhubungan baik dengan Rusia maupun Ukraina. Putin tampaknya berniat memutar kembali waktu lebih dari 30 tahun ketika Rusia mendominasi zona keamanan yang menyerupai kekuatan Moskow di masa Soviet.
Dia ingin menarik Ukraina, negara berpenduduk 44 juta orang, kembali ke orbit Rusia. (New York Times, 24/2/2022).


Rusia mempresentasikan NATO dan Amerika Serikat pada bulan Desember dengan serangkaian tuntutan tertulis yang disebut untuk memastikan keamanannya.
Hal terpenting dari tuntutan itu adalah jaminan bahwa Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan NATO, bahwa NATO menarik pasukannya di negara-negara Eropa Timur yang telah bergabung, dan bahwa gencatan senjata 2015 di Ukraina akan dilaksanakan.


Adapun dikutip BBC, Kamis (25/2/2022), beberapa saat sebelum invasi dimulai, Presiden Putin di TV menyatakan bahwa Rusia tidak dapat merasa "aman", berkembang, dan eksis" karena apa yang disebutnya sebagai ancaman. konstan dari Ukraina modern. "Selain itu dia mengatakan tujuannya adalah untuk demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina.


Menurut Al-ustadz Ahmad al-Khathwani dari ar Rayah, serangan Rusia ke Ukraina merupakan hal penting bagi Rusia. Bisa dikatakan sebagai kebutuhan geopolitik yang mendesak dan tidak bisa dicapai melalui cara damai dan diplomatik. Rusia terpaksa menggunakan opsi militer untuk mengamankan kebutuhan keamanannya yang sudah dirusak Ukraina. "Jika tidak dilakukan sekarang menurut Putin, Rusia akan hancur di masa depan,"


Kekhawatiran tersebut bisa dipahami, sebab posisi Ukraina bagi Rusia seperti taman di depan rumah. Dalam konstelasi politik intermasional, posisi Ukraina memang bekas kekuasaan republik Soviet. Namun Ukraina memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan wilayah Georgia dan Uzbekistan yang juga merupakan bekas Uni Soviet. Georgia dan Uzbekistan tidak terletak pada garis kontak dengan Barat sehingga tidak ada bahaya dari sisi mereka ke Rusia.


Namun, posisi Ukraina yang menghadap laut hitam menjadi penghalang serta pemisah antara Rusia dengan negara-negara Eropa yang menjadi anggota NATO. Jika Rusia memiliki kendali atas wilayah ini, tentu akan memudahkan Rusia dalam mengontrol wilayah Kaukasia Islami.
Sekaligus menjadi benteng perlindungan dari ancaman Uni Eropa dan NATO (Amerika Serikat).


Apalagi jika dicermati dari sisi komoditas ekonomi, Ukraina memiliki kekayaan alam melimpah. Kekayaan alam inilah yang diperlukan Rusia sebagai komoditas ketahanan pangan yang mampu melindungi Rusia dari fluktuasi hubungannya dengan Barat. 

Tak hanya kekayaan alam, Ukraina juga memiliki jalur pipa gas ke Eropa. inilah yang menjadi catatan mengapa Rusia ingin dan selalu serius mempertahankan pengaruhnya di Ukraina. jika Ukraina jatuh ke tangan NATO, maka jatuh pula garis pertahanan terakhir Rusia melawan Amerika dan Barat. Sementara Amerika sebagai negara adikuasa saat ini, tentu menginginkan posisinya di kawasan Eurasia semakin kukuh.

Amerika jelas menyadari pentingnya Ukraina bagi Rusia. Oleh karena itu, Amerika berusaha menekan Rusia dengan menggunakan kartu Ukraina ini melalui penguasa Ukraina yang pro kepada Amerika, yaitu penguasa yang berdiri pasca jatuhnya presiden Ukraina pro-Rusia, Viktor Yanukovych. 
Dan bagi Amerika, tidak ada keberatan jika Amerika harus berbagi dengan Rusia di wilayah Ukraina. Rusia mengambil provinsi timur Ukraina, dan Amerika mengambil sisanya.

Selain menekan Rusia melalui penguasa boneka Amerika di Ukraina, Amerika juga menginginkan Rusia tenggelam dalam lumpur konflik Ukraina sehingga akan selalu membutuhkan bantuan Amerika. Upaya ini dilakukan, sebab Amerika sendiri memiliki kepentingan untuk mempertahankan Rusia sebagai pemain internasionalnya untuk melawan Eropa dan Cina, termasuk melawan mereka di wilayah Timur Tengah dan Afrika.

Oleh karenanya, Amerika tidak akan memberi sanksi yang membebani Rusia seperti sanksi pengusiran Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT. Hal ini dipastikan dari pidato presiden Amerika Joe Biden mengatakan pada kamis 24 Februari 2022. "Melarang Rusia dari sistem SWIFT tidak ada di meja saat ini dan bahwa dia (Biden) lebih mengutamakan sanksi yang lain. 

Seperti yang sudah dipahami, Sistem SWIFT merupakan asosiasi komunikasi sistem keuangan internasional antar bank. Sistem ini ibarat urat nadi keuangan global, yang memungkinkan pengiriman uang lancar dan cepat lintas batas. Setiap harinya, triliunan dolar disirkulasikan di antara perusahaan dan pemerintah. Sistem ini bisa menghubungkan 11.000 bank dan institusi di lebih dari 200 negara, dan mengirimkan lebih dari empat puluh juta pesan.

Dan posisi Rusia adalah pemasok utama minyak dan gas alam di Uni Eropa, belum lagi produk-produk penting Rusia di sektor energi, pertanian, dan barang ekspor-impor lainnya. maka dapat dibayangkan betapa kacaunya jika Rusia diberi sanksi pengusiran sistem SWIFT. Akan banyak kerugian yang ditanggung oleh perusahaan-perusahaan Eropa yang sebelumnya sudah bertransaksi dengan Rusia. Oleh karena itu, pihak yang akan diuntungkan tetaplah Amerika sebagai pemain di wilayah ini. 

Sebagaimana analisa dari Syekh Atha Abu Rasytah. Beliau menyebutkan, justru Konflik di Ukraina terus dipanaskan oleh Amerika sebagai jebakan untuk Rusia. Beginilah ketika sebuah kekuasaan diatur dalam pola kepemimpinan sistem kapitalisme. Demi mempertahankan hegemoni dan eksistensi kekuasaan di wilayah strategis dan kaya raya akan sumber daya alam, mereka tidak akan sungkan saling menghasut bahkan melakukan peperangan, sekalipun rakyat sipil yang akan menjadi korban atas keserakahan mereka.

Sangat berbeda ketika dunia berada dalam sistem kepemimpinan Islam, yakni Khilafah. Syariah telah jelas menggambarkan bagaimana posisi Khilafah menempatkan diri menghadapi krisis seperti ini. Khilafah tidak boleh netral tetapi harus memihak pada yang benar. Khilafah akan menjelaskan bahwa tidak boleh ada intervensi kedaulatan negara lain seperti apa yang dilakukan oleh Rusia dan Amerika terhadap Ukraina. 

Selain itu, Khilafah akan membongkar modus di balik diplomasi dan persekutuan militer NATO yang dikendalikan Amerika. Semua ini dilakukan Khilafah tak lain karena posisinya sebagai junah (pelindung) yang membawa serta memberikan kerahmatan bagi seluruh alam. Khilafah adalah pemecah masalah, yang dengan kekuatannya dalam konstelasi politik internasional sanggup mencegah dan menumpas kezaliman negara adidaya. 

Seperti yang pernah dilakukan Khilafah ketika menyelamatkan rakyat Palestina dari kezaliman politik penguasa Romawi, membebaskan Andalusia dari kekuasaan zalim Visigoths, dan masih banyak bukti historis lainnya. Maka dari itu, ketika tidak ada Khilafah, kaum muslim selamanya akan selalu menjadi santapan lezat bagi negara-negara besar, serta terus berada dalam cengkraman penjajahan kaum kufar. Dan yang harus dipahami oleh segenap umat di seluruh dunia Islam bahwa langkah damai atau pun diplomasi, selamanya tidak akan pernah berhasil sebagai solusi lanjutan dalam menyelesaikan konflik yang berbau kepentingan, yang akan terjadi justru selalu ada pihak-pihak yang merasa diuntungkan.

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar