Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Kemusyrikan VS Tradisi Islam

Kamis, 31 Maret 2022



Oleh: Tri Setiawati, S.Si


Sungguh miris melihat kondisi saat ini. Betapa tidak, masih belum hilang dari ingatan masyarakat tentang “Kendi Nusantara” di titik nol calon ibu kota negara (IKN). Kini, Indonesia kembali mempertontonkan aktivitas musyrik dalam ajang MotoGP Mandalika 2022. Sosok pawang hujan bernama Rara tampil sebagai pemeran utama.


Jika melihat mundur, ada pengakuan Ki Sabdo yang mengundang atau “memasok” makhluk gaib seperti Nyi Roro Kidul, Nyi Blorong, dan Jin Kahyangan ke ruang gedung DPR ketika pelantikan presiden bulan Oktober 2019 (CNNIndonesia.com, 18/10/2019).


Sepertinya hal itu tidak pantas dilakukan oleh seorang kepala negara. Terlebih bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim. Jika kepala negaranya senantiasa melakukan aktivitas mistik atau klenik, tentu bisa berakibat buruk bagi rakyat. Kalau sekarang ajang MotoGP Mandalika 2022 menggunakan jasa pawang hujan untuk mengendalikan cuaca, bisa jadi setelah ini banyak panitia acara negara melakukan aktivitas serupa. 


Kondisi ini akan membawa Indonesia pada posisi darurat kemusyrikan. Ini sangat berbahaya bagi rakyat, terutama generasi penerus bangsa. Masyarakat akan meniru aktivitas petinggi negeri, terlepas salah atau benar. Pasalnya, tidak semua masyarakat mampu mencerna setiap fakta dan mengaitkan dengan syariat agama.


Kewajiban Manusia Terikat dengan Syariat
Sejatinya, setiap manusia harus terikat dengan syariat Islam. Ketaatan terhadap syariat merupakan konsekuensi iman. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat An-Nisa ayat 65 yang artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu(Muhammad) hakim(pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan.”


Dari ayat tersebut, Allah memerintahkan manusia untuk selalu berpedoman pada syariat Islam dalam memutuskan suatu perkara. Haram hukumnya percaya terhadap selain Allah, termasuk mempercayakan suatu keselamatan atau mengendalikan cuaca kepada dukun. Jelas ini termasuk perbuatan syirik, walaupun banyak orang yang menganggap sebagai tradisi.


Islam tidak antipati terhadap tradisi. Jika tradisi masyarakat tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka boleh dilakukan. Misalnya, tadisi menggunakan peci, blangkon, sarung dan semisalnya. Namun, jika bertentangan dengan syariat, maka tradisi tersebut harus ditinggalkan. Contohnya, memberikan sesaji untuk gunung, ritual petik laut, memanggil hujan bukan dengan sholat Istiqa dan sebagainya yang mengandung mistik.


Faktanya, tradisi yang mengandung mistik dapat menjerumuskan manusia pada perbuatan syirik. Bahkan, Allah memerintahkan manusia berpikir, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat An-Naml ayat 59: “Katakanlah (Muhammad), ‘Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)?’”


Sebagai Muslim, tentu hanya Allah yang berhak disembah dan diminta pertolongan, bukan dukun apalagi benda mati. Di dalam Islam, perbuatan syirik termasuk dosa paling besar yang tidak terampunkan. Semua amal yang pernah dilakukannya selama di dunia akan sia-sia.


Meskipun Islam tidak anti terhadap tradisi, tapi semua diatur dalam syariat. Dalam hal ini, Islam ibarat kepala seseorang, sedangkan adat adalah peci. Jika peci tidak cukup, maka pecinya yang harus diganti dengan ukuran yang sesuai dengan kepala, bukan justru kepalanya yang dikecilkan. Tidak mungkin kan?


Tradisi memanggil makhluk gaib, ritual memanggil maupun meredakan hujan dan semisalnya merupakan perbuatan syirik yang bertentangan dengan syariat Islam. Aktivitas semacam ini harus ditinggalkan jauh-jauh terlebih bagi para pejabat sebagai panutan umat.


Umat mesti menjadikan Islam sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hanya itu yang dapat menyelamatkan Indonesia dari darurat musyrik. Dengan kembali pada syariat Islam dan menjalankannya di seluruh lini kehidupan, akan datang keberkahan bagi negeri.Sebagaimana Allah kabarkan dalam Al-Qur’an surat Al A’raf ayat 96, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”


Umat, dan masyarakat Indonesia khususnya, harus bisa berpikir cerdas, tidak asal meniru, meskipun dari petinggi. Jika itu tidak sesuai syariat, maka kewajiban masyarakat untuk mengingatkan dan mencegahnya agar tidak terulang lagi. Dengan menghentikan kemusyrikan dan segera kembali kepada Islam, insya Allah negeri ini aman dan rakyat pun tenang. Allahu a’lam bishowab.

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar