Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Dilema PTM Di Tengah Pandemi

Kamis, 20 Januari 2022


Oleh : Erna Tristyawati (Pendidik)

Pemerintah menetapkan pada 2022 Pembelajaran Tatap Muka (PTM) akan terselenggara 100%. Pada 21/12/2021, Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri menerbitkan aturan mengenai penyelenggaraan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19. (GuruMuslimahInspiratif, 14/1/2021).
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan SKB Empat Menteri ditetapkan melalui berbagai pertimbangan yang matang demi kemaslahatan bersama, khususnya masa depan anak-anak Indonesia. (Bisnis.com, 4/1/2022).
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyatakan, dalam beberapa bulan terakhir seluruh kabupaten/kota berada pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1,2 dan 3 sehingga dimungkinkan untuk dilakukannya PTM terbatas. Karena pembelajaran harus dilakukan secara luring / tatap muka, maka orang tua tidak lagi dapat memilih metode pembelajaran yang diinginkan, apakah harus belajar daring atau luring. 
Pandemi yang telah berlangsung selama hampir dua tahun membawa dampak yang begitu besar, utamanya terhadap peserta didik. Kemunduran belajar atau learning loss dialami oleh banyak peserta didik. Namun tetap melaksanakan PTM penuh di saat pandemi juga merupakan sebuah dilema. 
Semua pihak tentu berharap PTM dapat berjalan dengan lancar tanpa merasa risau dengan ancaman gelombang ketiga Covid-19 yang saat ini menimpa beberapa negara, tak terkecuali Indonesia. Namun jika tetap melaksanakan pembelajaran daring, juga mengkhawatirkan. Selama hampir dua tahun pandemi, sudah banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya pembelajaran daring. Jika diteruskan, bukan tidak mungkin akan semakin banyak peserta didik yang mengalami learning loss. 
Untuk siswa yang berasal dari keluarga mampu dan tinggal di perkotaan dengan fasilitas yang lengkap, mungkin tidak menjadi masalah. Namun bagaimana dengan siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu dan yang tinggal di daerah terpencil dengan segala keterbatasan fasilitas dan internet. Hal ini merupakan kendala yang cukup menyulitkan. Belum lagi kesibukan orang tua dalam mencari nafkah atau keterbatasan pengetahuan orang tua sehingga tidak bisa mendampingi anak-anaknya selama daring. Sehingga tidak mengherankan jika selama pandemi, angka anak putus sekolah semakin meningkat. Belum lagi permasalahan lainnya seperti pergaulan bebas, narkoba, tawuran pelajar, dan kriminalitas yang banyak terjadi di kalangan remaja, bahkan anak-anak. Permasalahan tersebut sebenarnya terjadi bukan semata adanya pandemi, melainkan akibat buruknya sistem pendidikan.
Oleh sebab itu, kita tidak memiliki pilihan. PTM terpaksa tetap berjalan untuk mencegah dampak negatif yang lebih besar, khususnya terkait learning loss. Sehingga diharapkan, semua pihak ikut berperan melindungi anak-anak dari paparan virus Covid-19, di samping mereka tetap bisa mendapat hak pendidikannya di sekolah. Karena pendidikan merupakan hak setiap warga negara, yang harus tetap dipenuhi dalam situasi dan kondisi apapun.

Bagaimanakah Peran Orang Tua dan Pendidik Dalam Menyikapi Kondisi Tersebut?
Saat ini PTM dipandang sebagai satu-satunya solusi terhadap learning loss. Jangan sampai generasi masa depan bangsa mengalami penurunan kualitas akibat tidak mendapatkan hak pendidikan. Oleh karenanya peran orang tua dan guru sangat dibutuhkan demi keberlangsungan dan peningkatan kualitas generasi. 
Namun sangat wajar jika orang tua mengalami kekhawatiran dengan adanya pelaksanaan PTM di tengah pandemi. Sebab kesadaran dan kedisiplinan anak-anak dalam menjaga protokol kesehatan masih belum optimal. Sehingga guru dan orang tua berkewajiban memberikan edukasi tentang Covid-19 dan penerapan protokol kesehatan kepada anak-anak. 
Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah klaster Covid-19 terjadi di sekolah antara lain :
Memahamkan anak-anak tentang Covid-19, utamanya yang berkaitan dengan protokol kesehatan.
Mewajibkan anak-anak untuk membawa hand sanitizer dan masker cadangan.
Membawakan anak bekal makanan dan minuman.
Mengantar dan menjemput anak sekolah
Memberikan pemahaman tentang pentingnya vaksinasi. 



Bagaimanakah Peran Negara?

Negara merupakan ujung tombak setiap kebijakan yang ditetapkan, tak terkecuali yang berkaitan dengan pendidikan. Sehingga diharapkan negara harus bergerak lebih aktif melakukan pengawasan serta kontrol terhadap aktivitas PTM. Sebagai konsekuensi  atas kebijakan wajib PTM 100%, maka sudah menjadi kewajiban negara menyiapkan semua kebutuhan fasilitas semua orang untuk menaati protokal kesehatan. Jika negara tidak siap menyediakan fasilitas protokol kesehatan di masing-masing satuan pendidikan, maka akan ada kesenjangan. Sebab kemampuan setiap individu memfasilitasi anak-anak mereka dengan protokal kesehatan tidaklah sama. Begitupun kemampuan masing-masing sekolah dalam menyediakan fasilitas kesehatan tidaklah sama. 

Beberapa hal yang harus dilakukan negara untuk menyediakan fasilitas lengkap agar PTM 100% aman terkendali diantaranya :
Menyediakan tempat cuci tangan , hand sanitizer dan masker untuk masing-masing peserta didik.
Vaksinasi gratis untuk seluruh warga sekolah baik guru, pekerja maupun siswa.
Memenuhi segala fasilitas protokol kesehatan untuk semua jenjang pendidikan.
Membentuk tim satgas Covid-19 di setiap sekolah.
 
Bagaimanakah Solusi Islam Dalam Menangani Masalah Tersebut?

Jika kita melihat masalah pendidikan yang terjadi saat ini, seharusnya kita mencari akar permasalahannya. Learning loss yang kita anggap sebagai dampak buruk akibat pandemi tidak sepenuhnya benar. Potret buram dunia pendidikan sudah lama ada. Dan ini akibat diterapkannya sistem sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dipakai untuk mengurusi ibadah mahdhoh saja seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan untuk urusan muamalah lainnya seperti jual beli, kesehatan dan pendidikan tidak boleh melibatkan aturan Sang Pencipta. Di sinilah pangkal kerusakan dari itu semua.

Penanggulangan wabah terkesan masih setengah hati. Setiap kebijakan yang diambil hanya demi kepentingan ekonomi. Nyawa rakyat seakan tidak ada harganya. Di dalam Islam penanganan jika terjadi wabah, dilakukan dengan cara lockdown, yaitu menutup wilayah yang terkena wabah. Tidak boleh bercampur orang yang sehat dengan orang yang sakit, sehingga masalah wabah dapat segera diatasi. Tidak seperti saat ini, sudah hampir dua tahun kita belum terbebas dari wabah. Saat wabah masih mengancam, tempat-tempat rekreasi dan pusat perbelanjaan justru dibuka dengan dalih membangun kembali perekonomian.

Demikian pula halnya yang terjadi dengan pendidikan, tidak kalah mengkhawatirkan. Kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) atau PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) juga tidak menyelesaikan masalah. Pandemi yang berkepanjangan telah menambah daftar permasalahan baru. Mulai dari tingginya angka anak putus sekolah, anak-anak yang stres dengan beban sekolah, orang tua yang stres memikirkan beban hidup belum lagi permasalahan lainnya seperti pergaulan bebas, narkoba, tawuran pelajar dan sebagainya. 

Sebenarnya permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan sudah lama ada. Hanya saja baru saat ini kita menyadarinya. Dan kita menganggap semua itu akibat pandemi. Pendidikan yang berasaskan sekuler, tidak akan pernah memiliki visi dan misi yang jelas. Kurikulum yang sering berganti setiap berganti menteri adalah hal yang biasa. Namun kenyataannya, semua itu tidak berdampak positif bagi dunia pendidikan. Dunia pendidikan hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan korporasi. Dan mahalnya biaya pendidikan membuat banyak orang yang kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan. 

Jika kita lihat saat ini, sarana dan prasarana pendidikan lebih banyak tersedia di pusat-pusat kota. Sedangkan di daerah-daerah terpencil masih sangat jauh dari kata layak. Sehingga tidak mengherankan jika selama pandemi, peserta didik di daerah terpencil sangat kesulitan dalam pembelajaran. Akses internet yang tidak terjangkau, HP yang kurang support adalah sebagian kecil permasalahan yang dihadapi. 

Berbeda dengan Islam, pendidikan merupakan hak setiap rakyat tanpa terkecuali. Negara wajib memfasilitasinya bahkan bisa dinikmati secara gratis oleh semua orang tanpa memandang status dan jabatannya. Kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum yang dapat meningkatkan keimanan peserta didik dan juga meningkatkan pengetahuannya. Peserta didik diberikan pembelajaran yang dapat meningkatkan tsaqofah Islamnya, selain tentunya mereka harus menguasai bidang lainnya seperti pengetahuan dan teknologi yang berguna bagi kehidupannya. Sehingga tidak mengherankan jika pada saat syariat Islam diterapkan, dunia pendidikan banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang menghasilkan karya yang bermanfaat bagi umat. 

Demikianlah gambaran jika syariat Islam diterapkan. Dalam situasi dan kondisi apapun, setiap kebijakan yang diambil berdasarkan aturan Sang Pencipta. Semua permasalahan yang ada di dunia adalah permasalahan manusia, sehingga seluruh kebijakan terfokus pada manusia dan untuk kemaslahatan manusia. Berbeda dengan kondisi saat ini, setiap pemangku kebijakan, mengambil kebijakan yang menguntungkan bagi kepentingannya. Sehingga setiap kebijakan yang diambil selalu kontradiktif. Misalnya memberlakukan “new normal” untuk pertumbuhan ekonomi dan memberlakukan PTM saat resiko pandemi masih tinggi, tanpa memperhitungkan nyawa manusia. Jangan sampai anak-anak losing their life (kehilangan nyawa) hanya karena tidak ingin learning los.

Jika dari awal sudah diberlakukan aturan lockdown, pandemi tidak akan berlarut-larut. Perekonomian tidak akan terepuruk. Peserta didik tidak akan mengalami learning loss. Dan tidak banyak nyawa yang harus dikorbankan. Ini semua merupakan tanggung jawab negara. Seperti sabda Rasulullah : “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah juga menegaskan bahwa tugas seorang imam secara umum adalah memelihara seluruh kemaslahatan rakyat dengan petunjuk Allah SWT dan Sunah Rasulullah SAW. 

Begitulah seharusnya penguasa/negara, mengayomi, melindungi dan memenuhi semua kebutuhan rakyatnya tanpa memandang status sosial dan kedudukannya. Dengan demikian seluruh rakyat dapat hidup sejahtera karena negara menjaminnya. Hal tersebut tentu saja hanya bisa terwujud jika syariat Islam diterapkan secara kaffah. 

Wallahu ‘alam bisshowab

*Note: Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar